Sejarah PGRI 2
SEJARAH PGRI
2
A. PGRI Pada Masa Perang
Kemerdekaan Periode 1945-1949
Asas yang tercantum dalam
Anggaran Dasar pendirian PGRI adalah “Kedaulatan Rakyat”. Cita – cita PGRI
sejalan dengan cita – cita bangsa Indonesia secara keseluruhan. Para guru di
Indonesia menginginkan kebebasan dan kemerdekaan, memacu kecerdasan bangsa dan
membela serta memperjuangkan kesejahteraan anggotanya. Sesuai dengan prioritas
perjuangan pada kurun waktu 1945-1949 yang difokuskan pada perjuangan fisik
bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan. Maka para guru pendidik bangsa
yang menjadi warga PGRI tidak mau ketinggalan. Mereka sebagian ikut memanggul
senjata berjuang melawan penjajah, terlibat dalam perang gerilya. Para wanita
pun ikut aktif menggerakan dapur umum, atau menjadi anggota PMI (Palang Merah
Indonesia) bagi para pejuang di garis depan. Di antara mereka, tidak sedikit
pula yang gugur menjadi pahlawan bangsa.
Kelahiran PGRI pada zaman
kemerdekaan
a. Lahirnya
PGRI Tanggal 25 November 1945
Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI) lahir pada saat berlangsungnya Kongres Pendidik
Bangsa (Kongres I) pada tanggal 24-25 November 1945.Kongres I berlangsung tepat
100 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan.Kongres ini diselenggarakan di Sekolah
Guru Putri (SGP) di Surakarta, Jawa Tengah, yang digerakkan dan dipimpin oleh
para tokoh guru, Amin Singgih, RH.Koesnan dan kawan-kawan.Dari kongres itu
lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai wadah perjuangan kaum
guru turut serta menegakkan dan mempertahankan serta mengisi Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka.
b. Kongres
II PGRI di Surakarta 21-23 November 1946
Kongres
II ini menghasilkan 3 tuntutan yang diajukan kepada pemerintah, yaitu:
1)
Sistem pendidikan agar dilakukan atas dasar kepentingan nasional
2)
Gaji guru supaya jangan dihentikan
3) Diadakannya Undang-undang Pokok
Pendidikan dan Undang-undang Pokok Perburuhan.
c. Kongres
III PGRI di Madiun 27-29 Februari 1948
Kongres
PGRI III diselenggarakan di tengah berkecamuknya perang kemerdekaan,. Kongres
yang berlangsung dalam suasana darurat menghasilkan keputusan:
1) Menghapus
Sekolah Guru C (SGC), yaitu pendidikan guru 2 tahun setelah Sekolah Rakyat.
2) Membentuk
komisariat-komisariat daerah pada setiap keresidenan.
3) Menerbitkan
majalah “Sasana Guru” (Suara Guru)
A. PGRI pada Masa Demokrasi
Liberal 1950-1959
1. Kongres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950
Pada tanggal 26-28 Februari
1950 dilaksanakan Kongres PGRI IV di Yogyakarta. Pada saat itu Yogyakarta
merupakan Ibu Kota Republik Indonesia, dan Mr. Assa’at ditunjuk sebagai
pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia.
Sambutan Mr. Assa’at pada acara
pembukaan Kongres IV, membakar semangat juang PGRI isinya adalah:
1. Persatukanlah,
istilah dan sempurnakanlah makna ikrar resmi berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda dari
Sabang sampai Merauke.
2. Memuji
PGRI karena merupakan pencerminan semangat juang para guru sebagai pendidik
rakyat dan pendidik bangsa.
3. Menganjurkan
agar PGRI sesuai dengan kehendak dan tekad para pendirinya.
Pengakuan RIS oleh Belanda dan Pengaruhnya dalam kongres PGRI IV
Pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda
mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Suasana politik
masih sangat rawan. Saat itu terdapat dua golongan masyarakat, yaitu golongan
pada masa perjuangn gigih menentang Belanda dalam membela dan mempertahankan
kemerdekaan. Golongan ini dikenal dengan sebutan “orang-orang Republik”.
Sedangkan golongan yang tidak
mau bekerja sama dengan Belanda dinamakan “Golongan Non Cooperator”. Golongan
kedua adalah golongan orang-orang yang bekerja sama dengan Belanda, mereka
disebut “Golongan Cooperator”. Kedua golongan ini saling bertentangan, saling
mencurigai, sulit bersatu seperti minyak dan air. Dikalangan guru pun kedua
golongan ini ada.dalam suasana yang penuh kecurigaan inilah Kongres PGRI IV
berlangsung.
Keputusan Penting yang Dikeluarkan Kongres
PGRI IV
Dalam suasana politik yang
tidak menentudan saling mencurigai, Kongres PGRI IV secara aklamasi mengambil
keputusan untuk mempersatukan semua guru di seluruh tanah air Indonesia dalam
satu wadah organisasi yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Tekad
yang bulad disatukan yaitu untuk:
a. Mempertahankan
dan mengisi kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
b. Menghilangkan
rasa kecurigaan dan rasa kedaerahan dikalangan guru.
Kongres PGRI IV juga
mengeluarkan “Maklumat Persatuan” yang berisikan seruan kepada seluruh
masyarakat khususnya guru-guru untuk membantu menghilangkan suasana yang dapat
membahayakan antara golongan Cooperator (Co) dengan golongan Non Cooperator
(Non) dan menggalang persatuan dalam perjuangan untuk mengisi
kemerdekaan.Maklumat Persatuan itu mendapat perhatian dan penghargaan dari
kalangan luas termasuk Pemerintah.
Susunan Pengurus Besar PGRI
Hasil Kongres PGRI IV
Pemilihan pengurus baru yang
diadakan pada Kongres PGRI IV menghasilkan susunan PB PGRI sebagai berikut:
Ketua I
: RH. Koesnan
Ketua
II
: Soejono
Ketua III
: Soejono Kromodimulyo
Sekretaris Jendral I
: Soekarno
Sekretaris Jendral II
: Mochamad Hidayat
Bendahara I
: Soetinah
Bendahara II
: Soetedjo
Ketua Bagian
Perburuhan
: ME.
Soebiadinata
Wakil Ketua Bagian Perburuhan
: Soeparmo
Ketua Bagian
Pendidikan
: Soedarsono
Wakil Ketua Bagian Pendidikan
: F. Wachendorff
2. Kongres
V PGRI di Bandung 19-24 Desember 1950
Dalam kongres ini dibicarakan
suatu masalah yang prinsipil dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan
PGRI selanjutnya, yaitu asaz organisasi ini: apakah akan memilih sosialisme
keadilan sosial ataukah Pancasila. Akhirnya, Pancasila diterima sebagai asaz
organisasi. Selain itu, didirikan pula bentuk pendidikan guru KPKPKB (Kursus
Pengantar Kepada Persiapan Kewajiban Belajar). Usaha mempersatukan guru yang
bersikap Coorperator dan Non Coorperator.
Untuk menyelesaikan masalah ini
Kongres PGRI V di Bandung menugaskan kepada Pengurus Besar PGRI terpilih dalam
Kongres V untuk secepatnya:
1. Melaksanakan
penyesuaian golongan gaji pegawai berdasarkan Peraturan Pemerintah yang telah
ditetapkan.
2. Menyelesaikan
pelaksanaan upaya pemberian penghargaan kepada golongan Non Coorperator dalam
bentuk pembayaran pemulihan.
3. Mendesak
pemerintah agar segera menyusun peraturan gaji baru.
4. Mendudukkan
wakil PGRI dalam Panitia Penyusunan Peraturan Gaji Baru.
Kongres PGRI V yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 19-24
Desember 1950, sepuluh bulan setelah Kongres PGRI IV di Yogyakarta berhasil
memilih PB PGRI dengan susuna sebagai berikut:
Ketua
I
: Soedjono
Ketua
II
: ME. Soebiadinata
Sekretaris Jendral
:Mochamad Hidayat
Sekretaris Urusan
Perburuhan
: ME. Soebiadinata
Sekretaris Urusan Pendidikan
: Ibnoetadji
Sekretaris Urusan
Penerangan
: JMS Hoetagaloeng
Sekretaris Urusan Keuangan dan
Usaha
: Oemar Sanoesi
Komisaris Umum dengan Tugas Pendidikan
: F. Wachendorff
Komisaris Umum dengan Tugas Perburuhan
: Alamsyahroeddin
Komisaris Umum dengan Tugas Keuangan
: M. Sastroatmadja
Komisaris Umum dengan Tugas
Usaha
: Somahardja
Redaksi Suara Guru dan Anggota
: JMS Hoetagaloeng dan Soedjono
Upaya-upaya konsolidasi yang
dilakukan oleh PB PGRI hasil Kongres PGRI V membuahkan hasil menggembirakan,
antara lainsebagai berikut:
1. 47
Cabang PGRI di Sulawesi dan Kalimantan masuk kedalam barisan PGRI.
2. 2500
guru yang sedianya akan digaji berbeda menurut ketentuan Swaprajaf/Swatantra
tertolong dan akhirnya digaji secara sama dan saeragam dari pusat.
3. Pada
bulan April 1951 tuntutan PGRI kepada pemerintah tentang kenaikan honorarium
dikabulkan.
4. Mulai
dilaksanakannya secara teratur konferensi-konferensi daerah, antara lain:
a. Konferensi
Daerah se Jawa pada Maret 1951
b. Konferensi
Daerah di Makasar pada 27 Februari 1952
c. Konferensi
Daerah di Banjarmasin pada 20 Maret 1952
d. PB
PGRI mulai sering melakukan kunjungan ke Pengurus-Pengurus Daerah/Cabang PGRI.
e. PB
PGRI berhasil menerbitkan majalah “Suara Guru” sebagai alat komunikasi
organisasi.
Kongres PGRI V mengandung dua momentum penting, yaitu:
a. Menyambut
Lustrum PGRI yang genap berusia 5 tahun.
b. Wujud
rasa syukur dan suka cita yang mendalam karena SGI/PGI (Serikat Guru
Indonesia/Persatuan Guru Indonesia) meleburkan diri ke dalam PGRI.
Lahirnya Organisais-organisasi
yang Berasaskan Ideologi, Agama dan Kekaryaan
1. Gejala
Separatisme
Usaha-usaha
PGRI Mengatasi Gejala Separatisme
PGRI menanggapi gejala-gejala ini dengan penuh kebijaksanaa, jiwa
besar, dan mempelajari penyebabnya. Usaha yang dilakukan PGRI dalam upaya
mengatasinya adalah:
a. PB PGRI lebih meningkatkan
konsolidasi organisasi sampai ke daerah/cabang.
b. Membangkitkan kembali rasa persatuan
dan kesatuan, jiwa semangat juang 45, melalui berbagai kegiatan.
c. Menjelaskan hasil-hasil perjuangan
PGRI dan program-program yang akan dilaksanakan. Hasil yang telah dicapai
antara lain:
1. Keberhasilan dalam menyelesaikan
masalah PS/PSK yaitu berhasil mengecilkan wilayah PS/PSK menerima uang jalan
tetap dan kedudukannya dalam PGP baru yang lebih baik.
2. Pengurangan maksimum jam mengajar
dalam seminggu, dan perbaikan honorarium.
3. Perbaikan nasib rekan-rekan guru yang
berijazah CVO/DVO.
4. PGRI berhasil menyelamatkan guru dari
bahaya perpecahan. Semua guru yang ingin memisahkan diri dari PGRI
akhirnya dengan penuh kesadaran kembali
lagi kedalam barisana dibawah naungan panji-panji PGRI.
Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952
Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954
Kongres
PGRI VII menghasilkan keputusan sebagai berikut:
1) Di bidang hukum : Pernyataan
mengenai Irian Barat , Pernyataan mengenai korupsi, Resolusi mengenai
desentralisasi sekolah ,
Resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh Kementrian PP&K, dan Resolusi
mengenai
penyempurnaan cara kerja
Kementrian PP&K
2) Di bidang Pendidikan:
Resolusi mengenai anggaran belanja PP&K yang harus mencapai 25% dari
seluruh anggaran
belanja Negara,
Resolusi mengenai UU Sekolah Rakyat dan UU Kewajiban Belajar, Resolusi mengenai
film, lektur,
gambar serta
radio, dan Pembentukan Dewan Bahasa Indonesia.
3)Di bidang perburuhan:
Resolusi tentang UU Pokok Kepegawaian , Pelaksanaan Peraturan Gaji Pegawai
Baru,
Tunjangan khusus bagi
pegawai yang bertugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar,
Guru SR
dinyatakan sebagai
pegawai negeri tetap, Penyelesaian kepegawaian
4) Di bidang organisasi :
Pernyataan PGRI keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi Non
Vaksentral.
Kongres VIII PGRI di Bandung 1956.
Suasana
kongres ini mulanya sangat meriah, namun sewaktu diadakan pemilihan Ketua Umum
PB PGRI keadaan menjadi tegang.Pihak Soebandri menambahkan kartu pemilihan
(kartu palsu) sehingga pemilihan tersebut di batalkan dan diulang kembali
menggunakan kartu yang baru.Kongres PGRI VIII ini juga menetapkan tanggal 25
November sebagai Hari Pendidikan.
Kongres IX PGRI 31 Oktober – 4 November di Surabaya 1959.
1. Pemecatan
Massal Pejabat Departemen PP&K (1964)
Sistem pendidikan pancawardhana
dilandasi dengan
prinsip-prinsip:
1)
Perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air,moral nasional /
internasional/keagamaan.
2)
Perkembangan kecerdasan.
3)
Perkembangan emosional-artistrik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin.
4)
Perkembangan keprigelan atau kekerajinan tangan dan,
5)
Perkembangan jasmani.
Moral panca cinta meliputi:
1) Cinta nusa
dan bangsa
2) Cinta ilmu
pengetahuan
3) Cinta
kerja dan rakyat yang bekerja
4) Cinta
perdamaian dan persahabatan antar bangsa-bangsa
5) Cinta
orang tua.
Kongres
XI 5-20 Maret 1967 di Bandung
Kongres
ke XII 29 Juni-4 Juli 1970 di Bandung.
Adapun keputusan-keputusan penting dari kongres ini adalah sebagai
berikut:
1)
Perubahan struktur dan basis-basis organisasi PGRI.
2)
Administrasi organisasi disederhanakan dan diseragamkan untuk seluruh
Indonesia.
3)
Lambang PGRI dan Mars PGRI dilampirkan dalam buku AD/ART PGRI.
Kongres ke XIII 21-25 November 1973 di Jakarta.
Pada kongres ini menetapkan perubahan-perubahan yang mendasar
dalam bidang organisasi serikat pekerja menjadi organisasi profesi guru
ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia, perubahan lambang dan panji organisasi
PGRI yang sesuai dengan organisasi profesi guru dan adanya Dewan Pembina PGRI
mengenai arti lambang PGRI
Kongres ke XIV 26-30 Juni 1979
di Jakarta.
Kongres XIV di Jakarta menghasilkan salah satu keputusan penting yaitu mengenai
pendirian Wisma Guru. Untuk mewujudkannya mulai Januari 1980 setiap anggota
PGRI dihimbau untuk menyumbang Rp. 1000,-Direncanakan Wisma Guru ini akan
sekaligus menjadi Kantor PB PGRI yang dilengkapi dengan ruang pertemuan
perpustakaan kamar pemondokan / penginapan dan sebagainya.
Kongres
ke XV 16-21 Juli 1984 di Jakarta.
Kongres
ke XVI 3-8 Juli 1989 di Jakarta.
Kongres
ke XVII 3-8 Juli 1994 di Jakarta.
Pertama kali Kongres PGRI XVII menetapkan Dewan Pembina menjadi
Dewan Penasehat dan tidak ada lagi mentri yang menjadi anggota Dewan Penasehat.
Kongres
XVIII 25-28 November 1998 di Bandung.
A. PGRI pada Masa Reformasi
(1999-sekarang).
1. Kongres
XIX 8-12 juli 2003 di Semarang.
PGRI
mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan
dana pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), di
luar gaji tenaga pendidikan dan pendidikan kedinasan.
Tahun
1998 Kongres PGRI XVIII di Lembang: Prof.Dr. HM Surya, Ketua Umum PB PGRI, Drs.
H. Sulaiman SB Ismaya, Sekretaris Jenderal.
Kongres menghasilkan antara
lain:
a.
PGRI keluar dari Golkar
b.
PGRI menyatakan diri kembali sebagai organisasi perjuangan (cita-cita proklamasi kemerdekaan dan kesetiaan PGRI
hanya kepada bangsa dan NKRI), organisasi profesi (meningkatkan kualitas
pendidikan) dan organisasi ketenagakerjaan (kembali sebagai Serikat Pekerja
Guru/Teachers Union.
Jati Diri PGRI
Jati
diri PGRI adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi
ketenagakerjaan. Sedangkan sifat PGRI adalah Unitaristik: tidak mengandung
perbedaan ijazah, tempat kerja, kedudukan, agama, suku, golongan, gener, dan
asal usul. Independen: kemandirian dan kemitrasejajaran dengan pihak lain. Non
partai politik: bukan bagian atau berafiliasi dengan partai politik. Semangat:
demokrasi, kekeluargaan, keterbukaan, tanggung jawab etika, moral, serta hukum.
Jati diri PGRI memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
Nasionalisme,
Demokrasi, Kemitraan, Unitarisme, Profesionalisme, Kekeluargaan, Kemandirian,
Non Partai Politik, dan Jiwa, Semangat serta Nilai-nilai ’45.
Visi PGRI
Terwujudnya
organisasi mandiri dan dinamis yang dicintai anggotanya, disegani mitra, dan
diakui perannya oleh masyarakat. PGRI didirikan untuk mempertahankan
kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dengan program utamadi bidang pendidikan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memperjuangkan kesejahteraan bagi para guru.
Misi PGRI
a)
Mewujudkan Cita-citaProklamasi PGRI bersama
b)
MensukseskanPembangunan Nasional PGRI.
c)
Memajukan Pendidikan Nasional PGRI.
d)
Meningkatkan Profesionalitas Guru PGRI.
e)
Meningkatkan Kesejahteraan Guru Agar guru dapat profesional.
Tugas
dan Fungsi PGRI
Dalam
Pasal 7 AD/ART PGRI disebutkan bahwa PGRI
mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
· Meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
· Membela,
mempertahankan, mengamankan dan mengamalkan Pancasila.
· Mempertahankan
dan melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
· Meningkatkan integritas
bangsa dan menjaga tetap terjamin serta terpeliharanya keutuhan kesatuan dan
persatuan bangsa.
· Mengupayakan dan mengevaluasi terlaksananya
peningkatan kualifikasi akademik, sertifikasi, akreditasi, sebagai lisensi bagi
pengukuhan kompetensi profesi guru.
Perjuangan PGRI
Hasil rapat kerja PGRI dengan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi serta Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN)
tanggal 19 Mei 2010 adalah:
· Tahun
2010/2011 sebanyak 197.678 guru dan tenaga honorer, termasuk CPNS-Teranulir
dari Jawa Tengah dan 5.966 orang guru bantu DKI
akan diangkat PNS
· Segera
diterbitkan PP mengenai Penyelesaian Permasalahan tenaga Honorer
· Segera
diterbitkan PP mengenai PTT atau Pagawai Tidak Tetap (termasuk guru) yang
antara lain memuat penghargaan/gaji minimal
· Segera
diterbitkan Perpres mengenai BUP (Batas Usia Pensiun) Penilik menjadi 60 tahun
· Segera
dibayarkannya tunjangan profesi dan penambahan penghasilan Rp. 250.000/bulan
(bagi yang belum dibayarkan).
Undang-Undang No 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Ketentuan umum yang terdapat dalam
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan dosen terdiri dari pembatasan
pengertian tentang guru, kualifikasi akademik, kompotensi, sertifikasi dan
seterusnya.
Uraian Lengkap tentang
ketentuan umum tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme,
2.
Memiliki komitmen, kualifikasi akademik, kompetensi, tanggung jawab,
3.
Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja,
4.
Memiliki jaminan perlindungan hukum,
5.
Memiliki organisasi profesi yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Komentar
Posting Komentar